Seiring dengan perkembangan teknologi dan infrastruktur, kebutuhan akan material–material tambang semakin meningkat. Apalagi saat ini marak akan teknologi Artificial Intelligence (AI) dimana komponen–komponen sirkuit ataupun processor terbuat dari material–material tambang, seperti emas, karbon, silika, dan lain–lain. Pembangunan infrastruktur juga membutuhkan material tambang seperti besi, aluminium, dan tembaga. Permintaan terhadap beragam jenis mineral kritis seperti nikel, kobalt, lithium, tembaga, dan logam tanah jarang, juga mengalami peningkatan yang signifikan seiring berkembangnya riset untuk memitigasi terjadinya perubahan iklim.
Ini membuktikan bahwa tambang bermanfaat untuk peradaban manusia dan pembangunan negara. Di samping itu, industri pertambangan juga memiliki berbagai risiko yang perlu diperhitungkan karena menjadi salah satu agen perubahan permukaan bumi.
Dampak Mining?
Tak dipungkiri, kerusakan lingkungan masih menjadi masalah karena perilaku pengelola tambang yang meninggalkan lahan tambang begitu saja setelah tidak produktif lagi. Hal inilah yang sering muncul di media massa sehingga menimbulkan persepsi bahwa tambang hanya membawa dampak negatif.
Maka butuh Good Mining Practice (GMP)?
Tentu saja hal ini tidak akan terjadi jika pertambangan dilakukan sesuai pedoman, standar, kaidah, dan tata kelola yang tepat. Ini juga akan mampu memberikan hasil yang optimal dengan meminimalkan dampak negatif yang terjadi. Kaidah pertambangan yang baik disebut dengan istilah Good Mining Practice (GMP).
Apa itu GMP? Aspeknya?
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, GMP meliputi pelaksanaan aspek seperti teknis pertambangan, konservasi mineral, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, reklamasi, dan pascatambang, serta pasca operasi, dan pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan.
Berbagai aspek tersebut haruslah menjadi kaidah standar dari seluruh kegiatan pertambangan. Sebagai bagian dari mining principle, GMP harus terus ditingkatkan oleh semua stakeholder agar penambangan dapat dilaksanakan dengan aman, efektif, dan produktif, serta kelestarian lingkungan tetap terjaga.
SDGs dan ESG?
Dalam perjalanan menuju masa depan yang berkelanjutan, praktik penambangan telah menjadi sorotan utama dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan adalah tujuan akhir dari pertambangan, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan penerapan GMP. Mengingat, mineral merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat kegiatan penambangan akan terhenti. Pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam mengacu pada upaya pemanfaatan seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang. Dalam konteks ini, penambangan berkelanjutan muncul sebagai solusi yang menyelaraskan tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan mengintegrasikan aspek-aspek ini dalam setiap tahap operasional. Praktik penambangan berkelanjutan tidak hanya memprioritaskan efisiensi ekstraksi mineral, tetapi juga mempertimbangkan konservasi sumber daya alam melalui teknologi canggih, serta pemulihan dan reklamasi lahan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini sejalan dengan konsep GMP yang telah muncul sebagai panduan penting dalam membimbing industri penambangan menuju keberlanjutan.
Good Mining Practice bukan hanya sekadar setelan pedoman teknis, tetapi juga merupakan panduan berharga dalam mewujudkan penambangan berkelanjutan yang sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan global. Melalui penerapan GMP, industri penambangan dapat memainkan peran yang konstruktif dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, dengan menghormati kebutuhan generasi saat ini dan masa depan serta menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan GMP, pertambangan yang mengubah bentang alam akan berusaha meminimalkan dampak terhadap lingkungan serta berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini menjadi suatu cara agar pertambangan dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, diperlukan juga peran kerja sama pemerintah sebagai pengawas program dan perusahan pertambangan sebagai pelaksana yang bertanggung jawab agar tujuan dari penerapan GMP dalam menyukseskan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.
Menjalani industri pertambangan yang kompleks, Departemen Finance menjadi satu pilar penting dalam menjaga kelangsungan dan stabilitas operasional perusahaan. Manager Finance PT Gema Kreasi Perdana (GKP), Andie membagikan wawasannya bagaimana departemen ini harus bergerak berlandaskan standar integritas tinggi dalam merencanakan dan mengelola keuangan perusahaan.
Menurutnya, setiap organisasi pasti menghadapi risiko keuangan, dan tidak terkecuali PT GKP. Beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh Departemen Finance mencakup keakuratan pencatatan laporan kas, hingga validitas dokumen pembayaran.
“Untuk mengatasi risiko ini, kami dari Departemen Finance menerapkan beberapa langkah mitigasi, yakni antara lain melakukan pengecekan laporan serta opname kas secara rutin, lalu memperketat SOP guna menghindari peluang fraud, dan melaksanakan audit lapangan secara berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan keuangan perusahaan,” jelas Andie.
Semua mitigasi ini dapat secara konsisten dan reguler dilaksanakan dibantu oleh struktur tim yang terdiri dari Staff, Supervisor, hingga Manager Finance, yang masing-masing memiliki tanggung jawab yang berbeda.
“Untuk tingkat Staff, maka akan lebih banyak memastikan dan mencatat kelengkapan dokumen dan memonitor keluar-masuk arus keuangan. Di tingkat Supervisor, peran akan lebih banyak pada supervisi SOP keuangan, recheck dokumen, dan pembimbingan. Sedangkan di level Manager sendiri, akan bertanggung jawab pada perencanaan keuangan, hingga koordinasi dengan berbagai pihak untuk pemecahan masalah keuangan perusahaan,” ujarnya.
Departemen Finance tidak bekerja dalam ruang hampa. Koordinasi di ruang lingkup kerja pertambangan sangatlah lintas sektoral, seperti dengan Departemen Produksi, Procurement, CSR, HRGA, dan lain sebagainya. Andie dan timnya menerangkan bahwa kunci utama kelancaran sistem keuangan di internal ini adalah dengan selalu melakukan diskusi dan menyusun jadwal atas kegiatan yang akan dilaksanakan, termasuk kebutuhan dana, penetapan jadwal pembayaran, serta memastikan kesediaan anggaran.
Berbicara mengenai tantangan, PT GKP yang beroperasi di Pulau Wawonii —sebuah pulau yang pemanfaatan teknologi keuangan digital masih terbatas— menghadapi tantangan unik, terutama dalam hal edukasi keuangan kepada pekerja dan vendor lokal.
"Kami terus berupaya menyosialisasikan sistem pembayaran perbankan agar transaksi lebih tercatat dan transparan. Selain itu, memberikan pemahaman kepada vendor terkait aturan pajak, serta prosedur administrasi seperti pembuatan invoice yang sesuai standar perusahaan juga menjadi tantangan tersendiri," tambah Andie.
Menatap inovasi dan visi ke depan, Departemen Finance PT GKP bertekad untuk meningkatkan efektivitas operasional keuangan melalui pengadopsian sistem pembayaran terpusat di site, menerapkan sistem rolling antar anggota tim guna menjaga integritas, serta meningkatkan keterampilan karyawan, dan juga menggunakan pembayaran berbasis Giro guna mengurangi ketergantungan pada kas tunai yang berisiko tinggi.
“Dalam jangka panjang, Departemen ini harus mampu menciptakan sistem keuangan yang transparan dan berintegritas. Kami terus berupaya untuk mencapai cost efficiency demi kesejahteraan pekerja dan pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan," pungkas Andie dalam wawancaranya.
Nikel adalah primadona. Kalimat ini cukup menggambarkan bagaimana beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan signifikan atas demand nikel karena terjadinya transformasi pesat dari tren teknologi kendaraan dunia, khususnya di industri kendaraan listrik, di mana kebutuhan akan nikel sebagai bahan baku baterainya terus digaungkan. Begitupun dengan berbagai kebijakan negara yang mendukung perkembangan industri pertambangan nikel dan penguasaan sumber dayanya, tak terkecuali di Indonesia.
Meski demikian, pesatnya perkembangan di sektor industri ini sejalan pula dengan risiko yang ditimbulkan, khususnya yang berkaitan dengan keselamatan para pekerja di dalamnya. Apa yang menarik dari ini? Apa perbedaan dengan tambang mineral lainnya?
Hermansyah, OHS & Training Superintendent GKP menjelaskan, jika konsep keamanan umum berlaku pula di industri pertambangan nikel. Ada dua aspek penting yang tidak dapat dipisahkan dari asal mula terjadinya kecelakaan, yakni adanya tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman. Namun, kedua hal ini tidak muncul secara tiba-tiba begitu saja.
“Kedua aspek ini sering muncul sebagai akibat dari faktor-faktor lain yang telah ada sebelumnya. Faktor-faktor ini termasuk pada ada atau tidaknya program keamanan itu di suatu perusahaan, apakah program tersebut dijalankan dengan benar selama ini, dan sejauh mana kesesuaian program tersebut kondisi riil di lapangan,” jelasnya.
Menurutnya, memang jika berbicara soal intensitas, tindakan tidak aman memiliki persentase kejadian yang lebih besar di industri pertambangan nikel. Ada faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan tentang keamanan, kurangnya keterampilan untuk menghadapi sumber bahaya, hingga kurangnya minat untuk memperhatikan aspek keamanan. Faktor terakhir inilah yang terkadang menjadi pekerjaan rumah bagi sebuah perusahaan, karena ada kecenderungan jika individu ini akan mencari shortcut atau mengabaikan aturan yang sudah ada.
Uniknya Isu Keamanan Tambang Nikel: Karakter Material
Dalam industri nikel, terdapat beberapa isu keamanan yang unik dibandingkan dengan industri pertambangan lainnya. Salah satu keunikan tersebut adalah sifat licin yang muncul dari material nikel itu sendiri.
“Nikel yang secara kasat mata berbentuk seperti tanah merah ini, jika terkena air, secara material maka akan mudah terlarut. Sehingga, secara umum nikel di sekitar area pit memiliki karakteristik yang mirip seperti lumpur,” terang Hermansyah.
Hal ini menuntut Departemen OHS & Training untuk melakukan persiapan khusus sebelum melakukan operasi, khususnya jika kondisi di lingkungan pasca hujan terjadi. Pembersihan dan inspeksi area tambang berkala wajib dilakukan untuk memastikan keadaan yang aman sebelum melanjutkan operasi penambangan.
Uniknya Isu Keamanan Tambang Nikel: Teknik Penambangan Selektif
Tren kecelakaan kerja di industri nikel umumnya berkaitan dengan teknik penambangan yang selektif. Teknik penambangan ini mengkondisikan banyaknya individu yang bekerja di sekitar alat-alat pertambangan. Idealnya, memang tidak boleh ada orang di area tersebut, tetapi di industri nikel, seringkali sulit untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi karena pengecekan kadar nikel harus dilakukan secara langsung di area penambangan.
“Kecelakaan sering terjadi ketika ada individu yang berada di dalam jangkauan alat tambang dan terkena swing atau bagian lainnya yang bergerak, dan ini yang dapat berakibat fatal,” paparnya.
Mengingat hal tersebut, Ermansyah menegaskan jika dalam penerapannya di GKP, Tim Departemen OHS & Training mendorong agar selalu ada kontak aktif yang baik antara operator dan individu di sekitarnya. Mereka harus benar-benar aware dalam memastikan situasi dan kondisi lingkungan sekitar, agar operator tidak hanya berfokus pada alat tambang, tetapi juga keselamatan individu di sekitarnya.
Terpisah, Sulyadi Wardi, Mine Safety Supervisor GKP memberikan pandangan internal dalam isu keselamatan kerja, khususnya di GKP. Saat ini, dijelaskan jika Departemen OHS & Training sedang dalam pengembangan program keamanan/keselamatan yang tepat, serta program evaluasi berkelanjutan dalam penempatan orang-orang yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.
“Ini adalah bentuk komitmen nyata kami untuk memastikan, jika tidak hanya pengalaman yang diperlukan untuk bekerja disini. Namun juga, kecakapan kompetensi yang dapat diuji.” Tegas Sulyadi.
Tujuan utama program ini dilakukan tidak jauh dari meningkatkan kapasitas kompetensi individu dan kesadaran karyawan atas keselamatan diri mereka sendiri dan orang lain.
Dari komitmen ini, urainya, kita bisa melihat jika keselamatan kerja di PT GKP harus melibatkan partisipasi aktif semua karyawan, bukan hanya Departemen OHS & Training. Proses seleksi, pelatihan, dan pemeriksaan medis dilakukan untuk memastikan karyawan memenuhi persyaratan keselamatan. Di lain sisi, pengawas juga memainkan peran penting dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan keselamatan dan melakukan inspeksi. Budaya keselamatan yang kuat harus ditanamkan dan diikuti oleh seluruh karyawan, dari operator, hingga pada level manajemen.
Keduanya bersepakat, jika keselamatan kerja di industri pertambangan nikel harus tetap menjadi prioritas utama. Melalui program-program keselamatan yang berkelanjutan dan partisipasi aktif dari semua pihak terkait, PT GKP dapat mencapai lingkungan kerja yang aman dan mengurangi risiko kecelakaan.
WAWONII, 15 Januari 2025 – Beroperasi di pulau kecil, operasi pertambangan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) wajib bekerja dengan efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya mineral, dalam hal ini nikel, yang ada di Pulau Wawonii. Kondisi ini membuat Departemen Eksplorasi memainkan peran sentral yang menentukan keberlanjutan jangka panjang operasi pertambangan ini.
Superintendent Eksplorasi PT GKP, Muh. Acis Amrullah membagikan ceritanya di PT GKP. Ia menjelaskan jika peran departemen ini secara sederhana dalam dunia pertambangan adalah bagian yang mencari dan menemukan cadangan mineral atau sumber daya alam lainnya yang berpotensi untuk ditambang.
“Mencakup tanggung jawab dari pemetaan geologi, pengambilan sampel, pengukuran geofisika, analisis laboratorium, hingga laporan dan presentasi hasil eksplorasi,” jelasnya.
“Dari kegiatan tersebut, bisa disimpulkan bahwa mulai perencanaan eksplorasi, analisis, evaluasi, hingga pengembangan model geologi menjadi tugas wajib kita dalam memastikan potensi cadangan nikel yang perusahaan punya,” urainya kembali.
Ia menekankan juga pentingnya studi literatur dalam memulai proses eksplorasi, khususnya pada fase pemetaan. Dari hasil pemetaan inilah, kemudian ditentukanlah titik rencana pemboran untuk pengambilan sampel yang akan diteruskan ke Laboratorium untuk diketahui nilai kadar nikelnya.
“Output dari Laboratorium inilah yang akan dijadikan database utama, yang mana ini menjadi acuan pembuatan block model bijih nikel dalam suatu area. Sehingga, bisa dilakukanlah perhitungan jumlah sumber daya atau cadangan dari bijih nikel yang dimiliki tersebut,” terang Acis.
Melakukan eksplorasi di Pulau Wawonii menghadirkan tantangan tersendiri. Acis menuturkan, sebagai sebuah pulau kecil, Pulau Wawonii memiliki struktur geologi yang kuat saat pembentukan pulau yang berupa lipatan, patahan, dan sesar yang mempengaruhi distribusi bijih nikel itu sendiri. Sehingga, sangat penting dianalisis dengan cermat di setiap area target eksplorasi.
“Itu baru dari sisi geologi. Sisi operasional eksplorasi pun juga penuh tantangan. Pertama, kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang hidup dari bertani dan nelayan, jadi belum semua orang bisa menerima kegiatan eksplorasi di areanya. Kedua, keterbatasan jumlah SDM eksplorasi sendiri. Ketiga, karena topografi pulaunya yang sulit, tantangan transportasi logistik menjadi sering terjadi. Keempat, adalah soal singgungan antara area eksplorasi dengan area perkebunan warga. Hal ini sangat penting karena menyangkut perizinan dan kepentingan kedua belah pihak. Harus diselesaikan dengan sangat baik,” tegasnya.
Melihat ke depan, dirinya menilai peran Departemen Eksplorasi akan terus mendapat tempat, khususnya dalam aspek inovasi teknologi hijau. Saat ini, dunia telah bersepakat untuk bersama mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan terhadap penggunaan minyak bumi yang menyebabkan emisi tersebut. Sehingga, diperlukan banyak sumber daya bijih nikel yang merupakan salah satu sumber daya pendukung dalam mempercepat transformasi ke teknologi2 hijau tersebut, sebagai contoh seperti pengembangan teknologi mobil Listrik.
“Tim eksplorasi harus terus mampu menemukan area-area baru dengan potensi bijih nikel yang dapat meningkatkan produksi perusahaan. Sehingga, ke depan, kontribusi kita akan tumbuh lebih besar dan bermanfaat bagi masyarakat luas, serta mempercepat transformasi ke teknologi atau energi hijau,” ucap Acis ketika ditanya tentang posisi Departemen Eksplorasi pada inovasi teknologi.
Semangat inovasi pun turut dibawa dalam misi Departemen Eksplorasi PT GKP menyambut tahun 2025 ini. Acis dan timnya saat ini tengah mengembangkan penggunaan teknologi digital untuk meningkatkan metode eksplorasi baru yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, mereka saat juga mengembangkan penggunaan teknologi geofisika untuk meningkatkan akurasi eksplorasi, bahkan diharapkan bisa menemukan sumber daya lainnya dengan metode tersebut.
“Selain masih menjalankan metode lama, seperti metode pemboran untuk pengambilan sampel, metode foto udara untuk data topografi, dan metode pembuatan block model. Kita juga harus catch up dengan pengembangan metode baru, karena perkembangan dalam penggunaan teknologi di industri pertambangan berkembang dengan sangat cepat. Lebih efektif, minim risiko, dan akurasinya tinggi,” tutur Acis menutup wawancara.